JEJARINGKALBAR.ID, –Kini, anak-anak Mayer tetap meneruskan bisnis ayahnya dan mengembangkan bank yang dibangun di berbagai kota.
Namun, saat itu Eropa tengah memasuki era peperangan yang berlangsung lebih dari satu abad lamanya.
Banyak negara-negara di Eropa mulai mengalami krisis ekonomi selama perang berlangsung, tapi berkat sistem keuangan yang canggih milik Inggris, negara adidaya ini mampu melancarkan enam perang dalam satu abad tanpa menghadapi keruntuhan ekonomi sama sekali.
Tiba di tahun 1814, Duke of Wellington yang telah memenangkan perang melawan Napoleon berencana akan meneruskan perang ke Perancis, namun ia menyadari bahwa pihaknya membutuhkan koin Perancis untuk biaya pengeluaran, seperti untuk membeli perbekalan dan membayar pasukan.
Nathan melihat ini sebagai kesempatan besar yang hanya muncul sekali dalam hidupnya. Jadi, ia berupaya untuk memenuhi permintaan koin Perancis yang dibutuhkan kerajaan dan pasukan yang dipimpin oleh Duke of Wellington.
Ketika Nathan tinggal di London, ia mengetahui bahwa East India Company mempunyai emas senilai 800.000 Poundsterling, atau saat ini karena inflasi nilainya setara dengan 52.509.697 Poundsterling, yang jika dirupiahkan akan mencapai angka sekitar Rp30,8 Miliar, untuk dijual.
Jadi, Nathan membelinya setelah tawar menawar dan mendapatkan harga murah dan Nathan pun dengan pemikiran bahwa Duke of Wellington akan membutuhkannya berniat akan menjual emas tersebut dengan harga yang lebih tinggi.
Ketika dia kembali ke London dengan membawa semua itu bersamanya, Nathan segera mendapat surat dari kerajaan yang menyatakan akan membeli emas tersebut dan meminta bantuan Nathan untuk mengirimkannya ke Perancis.
Bisnisnya pun berjalan mulus sesuai perkiraannya dan ia untung besar dari kesepakatan ini.
Ketika perang semakin memanas di seluruh penjuru Eropa, tampaknya masyarakat Eropa membutuhkan pasar valuta dan disinilah keluarga Rothschild mendapatkan ladang bisnisnya yang paling menguntungkan.
Mereka menawarkan keunggulan kompetitif yang unik dengan sistem perbankan modern yang membuat mereka bisa mengenakan biaya tinggi, bahkan hingga 8 persen untuk menyediakan layanan penukaran mata uang.
Ini hanya sebagian kecil sumber pendapatan keluarga Rothschild selama perang Eropa berlangsung. Mereka justru lebih banyak mengambil keuntungan dari hasil menjual informasi terkini dan tercepat mengenai perkembangan trader forex yang saat itu baru muncul di Eropa.
Jika masih ada yang belum memahami terkait trading forex, ini adalah transaksi jual beli mata uang. Jadi, para trader akan menukarkan mata uang sendiri dengan mata uang negara asing yang diperkirakan nilainya akan naik.
Rothschild menjual informasi semacam itu, memberi perkiraan yang cukup akurat mengenai mata uang mana yang akan melambung naik. Keuntungan yang diterima mereka sangat besar, London House bahkan terus memberi aliran keuntungan kepada perusahaan Nathan yang membuat Nathan Rothschild segera menjadi orang terkaya di dunia saat itu.
Sayangnya, ketika mencapai puncak kejayaannya di tanggal 28 juli 1836, Nathan meninggal dunia pada usianya yang ke-58 tahun.
Ini mengagetkan banyak orang, karena Nathan meninggal dunia secara tiba-tiba di usia yang terbilang masih cukup muda. Padahal keluarga Rothschild kebanyakan memiliki angka harapan hidup yang panjang. Bahkan, Ibu kandung Nathan saat itu masih hidup, meski usianya sudah mencapai lebih dari 90 tahun.
Kematiannya pun disorot oleh media-media Eropa dan namanya kemudian dikenang sebagai salah satu orang yang paling berpengaruh dalam dunia perekonomian Eropa, bahkan dunia.
Beberapa orang mengklaim bahwa tidak ada orang yang mampu menyainginya melakukan operasi-operasi perdagangan atau bisnis serupa hingga saat ini.
Hal yang paling terasa dari kematian Nathan Rothschild saat itu adalah dampak yang dirasakan oleh pasar valuta asing yang kehilangan sosok penting dalam dunia trading.
Namun, biar bagaimanapun, keluarga Rothschild bisa tetap hidup makmur tanpa Nathan, berkat sistem bank yang mereka ciptakan. Bahkan, bank-bank mereka terus berkembang.***
Sumber: Youtube Kamar Film