SAMBAS, JEJARING KALBAR – Pengadilan Negeri (PN) Sambas menangani 325 perkara sepanjang Januari hingga Juni 2025. Angka ini mencerminkan tingginya beban kerja lembaga peradilan di wilayah perbatasan, yang diwarnai beragam persoalan hukum mulai dari pidana, perdata, hingga permohonan administratif, Selasa (3/6/2025).
Dari keseluruhan perkara, sebanyak 147 merupakan kasus pidana. Kasus narkotika, penambangan emas tanpa izin (PETI), dan pencurian kelapa sawit mendominasi. Pencurian sawit, khususnya, kerap memicu konflik antara masyarakat dan perusahaan perkebunan. PN Sambas menilai situasi ini perlu ditangani dengan pendekatan keadilan restoratif untuk meredam ketegangan sosial.
Di ranah perdata, tercatat 32 gugatan, mayoritas terkait sengketa tanah masalah klasik yang masih menjadi pekerjaan rumah. Sementara itu, 133 permohonan hukum yang masuk banyak berkaitan dengan isu kependudukan dan keimigrasian, mencerminkan tantangan administratif khas daerah perbatasan dengan Kuching, Malaysia.
Sorotan tajam juga tertuju pada meningkatnya kasus pidana anak. Tercatat 13 perkara melibatkan anak, sebagian besar menyangkut kekerasan seksual.
“Penanganan kasus ini tidak bisa hanya mengandalkan proses hukum. Harus ada kerja sama lintas sektor untuk mencegah dan memulihkan korban,” ujar Hanry Adityo, juru bicara PN Sambas.
Penambangan emas ilegal (PETI) di lahan milik perusahaan sawit juga jadi perhatian. Praktik ini dinilai tak lepas dari tekanan ekonomi dan ketimpangan akses terhadap sumber daya, yang mendorong keterlibatan warga.
PN Sambas menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah daerah, aparat hukum, dan para pemangku kepentingan. Penanganan masalah pidana anak dan kejahatan lingkungan harus dilakukan secara terpadu bukan hanya dengan pendekatan hukum, tetapi juga kebijakan sosial, edukasi, dan penguatan ekonomi warga agar solusi yang dihasilkan bersifat jangka panjang dan menyeluruh.(Sera)