KETAPANG, JEJARING KALBAR, – Kantor Hukum Anggraieni & Partners Law Office berkolaborasi dengan MJS Law Office memberikan bantuan hukum pro bono kepada seorang Ibu Rumah Tangga (IRT), Yohanna Alaysia (43), warga Desa Sandai, Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapang, yang terseret perkara sengketa lahan dengan perusahaan perkebunan.
Yohanna dipanggil sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak pidana terkait penguasaan lahan secara tidak sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 107 huruf a jo Pasal 55 huruf a Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Pemanggilan tersebut tertuang dalam Surat Panggilan Saksi Nomor: SP. Pgl / 23 / VII / RES.1.24. / 2025 / Reskrim-I, tertanggal 23 Juli 2025. Yohanna hadir untuk memberikan keterangan pada Kamis, 30 Juli 2025 pukul 13.00 WIB di Polsek Sandai, terkait dugaan penguasaan lahan milik PT Citra Sawit Cemerlang.
Menurut Irma Anggraieni, S.H., selaku kuasa hukum dari Anggraieni & Partners Law Office, mengatakan kliennya adalah seorang ibu rumah tangga biasa yang tidak memiliki kepentingan bisnis, keuntungan, atau peran aktif dalam konflik lahan tersebut.
“Pemanggilan ini berpotensi menyasar warga biasa yang seharusnya dilindungi, bukan dibebani proses hukum. Kami memberikan bantuan hukum pro bono karena menilai bahwa Ibu Yohanna tidak layak diproses hukum tanpa adanya peran atau niat jahat yang jelas,” kata Irma.
Ia menambahkan bahwa perkara ini sudah masuk ke tahap penyidikan, namun menurutnya konflik agraria semestinya tidak selalu diselesaikan melalui jalur pidana.
“Hukum seharusnya tidak menjadi alat untuk menekan masyarakat kecil,” lanjut Irma.
Pendampingan hukum ini juga menjadi bagian dari komitmen bersama antara Anggraieni & Partners dan MJS Law Office dalam membela kelompok rentan yang kerap terpinggirkan dalam konflik agraria serta persoalan hukum perdata maupun pidana.
Sementara, M.J. Samosir, S.H., CTA, dari MJS Law Office, menambahkan bahwa pendampingan ini bukan hanya teknis secara hukum, tetapi juga bertujuan memastikan proses hukum berjalan secara adil, transparan, dan tidak merugikan warga yang kurang memahami hukum.
“Ibu Yohanna bahkan memiliki keterbatasan penglihatan sehingga tidak bisa membaca dokumen yang diberikan kepadanya. Ini adalah panggilan moral bagi kami sebagai advokat,” tambah Samosir.
Dalam pernyataan penutup, Irma menyerukan agar penyelesaian konflik agraria dilakukan melalui pendekatan yang lebih manusiawi.
“Kami berharap pemerintah, perusahaan, dan aparat penegak hukum lebih mengedepankan penyelesaian damai yang tidak menimbulkan trauma hukum bagi masyarakat kecil,” pungkas Irma.*** (Yoga)