SAMBAS, JEJARING KALBAR, – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sambas menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama pemangku kepentingan, Senin (21/7/2025) di Ruang Sidang DPRD.
Rapat tersebut digelar untuk Menindaklanjuti surat dari Komisi IV DPRD Kabupaten Sambas terkait belum adanya kepastian status dan hak-hak tenaga honorer di bidang pendidikan, serta minimnya formasi PPPK dan CPNS.
Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Sambas, Lerry Kurniawan Figo, memberikan apresiasi kepada para tenaga honorer yang telah menyuarakan aspirasinya secara santun dan konstruktif, khususnya menanggapi terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 8 Tahun 2025.
“Kita apresiasi dulu kawan-kawan tenaga honorer, khususnya pendidik, yang telah menyampaikan aspirasinya dengan baik dan santun. Permendikdasmen ini sangat kontradiktif, tidak mempertimbangkan kebutuhan serta kepentingan para guru honorer yang belum mendapatkan SK PPPK, baik full time maupun part time,” ujar Figo.
Ia menyoroti simulasi pemberian gaji guru honorer melalui alokasi dana BOS sebesar 20%, yang hanya menghasilkan penghasilan sekitar Rp300.000 per bulan. Menurutnya, hal tersebut tidak wajar dan melampaui batas-batas kemanusiaan.
“Ini jelas tidak manusiawi. Guru itu pahlawan, pendidik yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka hari ini, kami mengajak pemerintah daerah duduk bersama dalam RDP untuk menyusun langkah konkret,” tegas Figo.
Dalam RDP tersebut, DPRD Kabupaten Sambas menyepakati beberapa poin, di antaranya menampung aspirasi para guru honorer untuk disampaikan kepada pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan, serta rencana audiensi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), hingga Komisi X DPR RI.
Selain itu, DPRD mendorong pemerintah daerah untuk segera melakukan penataan terhadap tenaga honorer. Jika memungkinkan, pemerintah daerah diminta mengalokasikan anggaran melalui APBD guna membayar kembali hak-hak keuangan guru honorer sebagaimana yang pernah mereka terima sebelumnya.
“Ini problem yang sangat dilematis. Pemerintah daerah harus mengikuti kebijakan pusat, namun pusat tidak melihat kondisi real di daerah seperti Sambas. Di sini, sekitar 70% guru di tingkat SD dan SMP adalah honorer,” terang Figo.
Terakhir, Ia menambahkan, jika para guru honorer tidak diberikan hak yang layak lalu memutuskan berhenti mengajar, maka kualitas pendidikan di Kabupaten Sambas akan sangat terdampak.
“Saya yakin, meskipun gedung sekolah kita megah, dibangun dengan anggaran miliaran, tapi jika tidak ada guru yang mengajar, maka itu tidak akan ada artinya,” pungkas Figo.*** (Sera)